Al Khlail - Kawasan Bermagnet Bumi

MADINAH memiliki banyak objek wisata ziarah yang selalu ramai
dikunjungi jamaah haji, seperti Makam Rasulullah di Masjid Nabawi,
Bukit Uhud, Masjid Quba, dan Masjid Qiblatin. Namun, ada juga tempat
wisata yang mungkin jamaah jarang mendengarnya.

Tempat itu dikenal sebagai Al Khlail, sekitar 40 km utara Madinah.
Menurut cerita Mobil dengan kondisi mati bisa terdorong jalan sendiri,
jika dalam posisi searah pengaruh medan magnet.
Tempat ini merupakan kawasan datar luas yang dikelilingi bukit-bukit.
Yang istimewa, bukan karena banyaknya perbukitan yang indah, melainkan
karena kawasan ini merupakan daerah bermedan magnet bumi. Dengan
demikian, bila mobil datang dari arah yang menentang maka jalannya
terasa berat. Sebaliknya, jika searah dengan dorongan magnet, jalannya
akan sangat kencang.

Jalan menuju ke sana sangat mulus dengan lebar kira-kira 15 meter
untuk dua lajur. Menurut Zaini, seorang tenaga musiman haji, jalan
tersebut baru dibangun setahun lalu. Dan, memang jalan itu dibangun
khusus untuk menuju ke kawasan magnet bumi dan berakhir di sana.

Jalan menuju ke sana termasuk rata, melewati perkebunan kurma di
kanan dan kiri jalan dengan area sepanjang 3 km. Perkebunan itu milik
perusahaan kurma Al Dagal yang mendirikan pabrik di sekitar
perkebunan. Pada jarak 10 km dari pusat magnet, jalan mobil terasa
mulai berat. Semakin dekat semakin berat. ''Seperti ada yang menolak
jalannya mobil, Pak,'' tutur Muin, sopir kami.

Dia juga mengatakan, gas sudah diinjak penuh tetapi kecepatan
berkisar 100 km/jam, tak bisa lebih lagi. Padahal dalam perjalanan
dari Makkah ke Madinah, ketika saya mengemudi dan menginjak habis gas,
mobil bisa melaju 150 km/jam di tengah terpaan angin gurun. Kali ini
tak ada angin keras menerpa, Muin merasakan gas dan jalan mobil terasa
berat.

Sekitar 5 km dari akhir perjalanan, Muin menghentikan mobil. Dia
mematikan mesin mobil pada posisi jalan yang menurun. Tiba-tiba
seperti ada yang menyedot, mobil berjalan mundur. Ini berarti, mobil
berjalan ke arah jalan yang agak menanjak. Kami takjub, karena
merasakan tarikan kuat ketika mobil mundur.

Kami kemudian melanjutkan perjalanan hingga di area buntu, sebuah
tanah lapang yang sangat luas. Jalan aspal tadi kemudian melingkar
untuk kemudian berbalik lagi ke arah kami datang. Lingkaran jalan
aspal itu seakan dikepung perbukitan yang penuh batu besar dan tertata
dengan bagus.

Daerah ini pada hari Kamis didatangi banyak keluarga Arab untuk
berwisata. Beberapa tenda tampak terpasang di area yang ditanami
pohon. Beberapa anak muda tampak berjaga di sebuah pangkalan yang
menyewakan motor untuk jalan berpasir.

Kali ini Muin mengarahkan mobil ke jalan tanah dan bergelombang. Dia
mematikan mesin mobil lagi. Tiba-tiba, wuuuttt .... Mobil tertarik ke
belakang, bahkan bisa melewati beberapa gundukan jalan tanah.

Kami kemudian mengabadikan gambar berbagai bukit yang indah itu.
''Hei jangan lupa memasang rem tangan, nanti mobilnya jalan. Bisa-bisa
kita ketabrak,'' ujar Riswati dari RRI Jakarta.

Mesin Mati

Penasaran ingin merasakan bagaimana tarikan medan magnet bumi pada
mobil, saya mengambil alih kemudi dari Muin. Saya mengarahkan mobil
pada posisi kami datang. Mesin kemudian saya matikan. Mobil kemudian
perlahan-lahan mulai jalan sendiri.

Pada kilometer pertama, jarum penunjuk speedometer pada angka 20
km/jam dan bergerak ke 40 km/jam. Terus meningkat kecepatan, jarum
penunjuk angka speedometer terus bergerak ke kanan. Ketika kecepatan
60 km/jam tercapai, rekan-rekan di belakang berteriak-teriak ramai
seakan tak percaya. Sebagian lagi sibuk melongok ke speedometer dan
mencatat perkembangan kecepatan mobil.

Jalan di depan saya jelas terlihat rata, bahkan beberapa tempat
terlihat agak menanjak. Namun, kecepatan mobil terus bertambah. Lalu,
pada kilometer kelima kecepatan mobil 110 km/jam. Saya benar-benar
takjub, karena memegang kemudi dan bisa merasakan langsung daya dorong
magnet bumi itu terhadap mobil. Namun, rupanya rekan di belakang ada
yang tak percaya bahwa mesin mobil mati. ''Bagas, kaki kamu nginjak
pedal gas kan?'' tanya Riswati.

''Enggak, nih kaki saya,'' jawab saya sambil mengangkat kedua kaki
ke dashboard. Baru mereka percaya, laju mobil bukan karena dorongan
mesin, melainkan dorongan magnet bumi. Mereka benar-benar heran dan
berulang-ulang mengucap ''Subhanallah' '.

Pada kilometer keenam sampai ke-10, laju mobil mulai berkurang. Efek
magnet semakin berkurang. Kecepatan maksimal yang bisa dicapai hanya
110 km/jam.

Menurut Iman, sebenarnya jika mengendarai mobil-mobil Amerika yang
lebih berat, kecepatan akan bisa lebih tinggi lagi. ''Semakin berat
mobil, magnet akan semakin mendorong mobil lebih cepat.''

Penasaran ingin mengetahui perbedaan berat mobil dengan perbedaan
kecepatannya, Sabtu (17/1) kemarin, saya mengajak empat teman ke Al
Khlail lagi. Jadi, kali ini serombongan cuma lima orang.

Dari pusat kawasan itu, saya kembali mengarahkan mobil ke arah jalan
pulang. Mesin saya matikan. Mobil mulai jalan sendiri dan makin lama
makin kencang.

Pada kilometer kelima, yang pada Kamis lalu kecepatan bisa menembus
110 km/jam, kali ini kecepatan maksimal yang bisa dicapai cuma 95
km/jam. Setelah itu, kecepatan semakin berkurang ketika menjauhi pusat
magnet bumi. Ternyata memang terbukti, semakin ringan beban mobil
semakin berkurang pula kecepatan akibat dorongan magnet tersebut.

sumber : kaskus